Rabu, 31 Agustus 2011

Kami Bukan Anak Sekolah yang Populer :)

Halo, my blogger friends! Apa kabar? Hari ini adalah hari Lebaran, aku ucapkan selamat bagi yang merayakan dan maaf lahir batin jikalau aku ada kesalahan selama ini, hihihihi :)
Tanggal 30 Agustus kemarin, bertepatan dengan malam Lebaran, aku berkesempatan untuk bertemu dan menghabiskan banyak waktu dengan Tika, sahabat ketika aku masih duduk di bangku SMP. Ini sangat istimewa bukan hanya karena kami sudah lama nggak bertemu, tapi juga karena kami bisa mengingat apa yang kami lalukan di masa pra remaja, merenungkannya dan bersyukur bahwa kami nggak memilih "jalan" yang salah...



Jalanan macet sekali. Karena kami memutuskan untuk bertemu on the spot, kami sempat beberapa kali mengganti titik temu. Setelah sepertinya kami hampir bisa melihat semua sudut kota Bandung karena kebanyakan berkeliling, kami memutuskan untuk bertemu di PVJ, sebuah mall besar yang menurut perkiraan kami masih memiliki cukup tempat untuk dinner kami.
Tapi ternyata semua restoran sudah fully booked (kebanyakan untuk berbuka puasa), jadi kami putuskan untuk melihat-lihat toko pakaian dan mencari buah tangan untuk keluarga kami di rumah. 


Tika dan aku di mobil.


Dinner yang tertunda memberikan kami banyak waktu untuk mengobrol sambil memilih-milih pakaian. Kami membicarakan banyak hal, dari mulai kenangan masa pra remaja sampai pengalaman hidup kami sekarang. Aku hampir nggak percaya bahwa Tika sekarang sudah menjadi ibu untuk seorang anak laki-laki lucu bernama Uno. Ia juga sukses dengan karirnya di dunia bernyanyi. Tika bilang semua orang berubah, dan dia sangat bersyukur karena berubah menjadi yang lebih baik, bukan sebaliknya. Dia lalu melanjutnya, "Dan kalau nggak mengenal lo sejak dulu, gue nggak akan percaya kalau ini adalah 'lo'. Waktu gue terima kabar kalau lo jadi seorang penulis.. Rasanya seperti... nggak nyangka...".

Iya, kami berdua sama-sama nggak menyangka. Mungkin bagi kalian ini terdengar aneh, tapi bagi kami ini memang sulit dipercaya. Pasalnya kami menjalani masa SMP dengan nggak terlalu mudah. Kami sering diejek karena "berbeda". Saat kebanyakan di sekitar kami sedang semangat-semangatnya untuk mengejar lawan jenis, kami malah semangat untuk bermain dan menjadi juara di kelas. Kami sangat menikmati waktu sepulang sekolah untuk bermain di gang-gang dekat rumah Tika, berpura-pura tersesat lalu pulang ke rumah masing-masing saat matahari hampir tenggelam. Kami juga menikmati saat kami belajar bersama. Secara bergantian kami mengerjakan PR di rumah salah satu dari kami. Meski terkadang "jiwa bandel" kami tiba-tiba muncul, lalu memboyong PR kami ke rumah Hardline ---keponakan dari pengusaha makanan--- dengan harapan kami diberi donat gratis disana, hihihihi... 








Kami sering dipanggil "culun", entah kenapa. Katanya potongan rambut kami kampungan dan pakaian kami nggak gaul. Padahal kami merasa nggak ada yang salah dengan itu. Our haircut was fine and also our clothes, ---dulu, sekarang--- kami pikir begitu. Tapi anak-anak lain mengejek kami semakin parah, malah tas kami sempat dirampas dengan alasan mereka lebih pantas memakai tas-tas itu. Kami sama sekali nggak melapor pada guru atau orang tua. Kami pikir, sudahlah, cuma tas, toh itu sama sekali nggak mengganggu kebahagiaan kami.
Ternyata reaksi kami membuat anak-anak nakal itu menjadi lebih marah. Mulai bermunculan fitnah-fitnah yang mengatasnamakan kami. Lucunya kebanyakan tentang lawan jenis. Misalnya aku naksir anak laki-laki dari kelas sebelah dan Tika merebut pacar si "ini". Lalu si "itu" yang pacar si "ini" melabrak Tika dan membawa-bawa aku karena aku dicap kecentilan! Waw, itu skenario brilian ya buat pra remaja usia 13 tahun, hahahaha....
Padahal waktu itu kami bahkan belum berpikir untuk berpacaran. Aku ingat dengan jelas betapa "straight"nya kami waktu dulu. Untuk urusan lawan jenis, percintaan bahkan seks, kami lebih percaya untuk bertanya langsung pada orangtua kami, bukan dari video atau gambar-gambar nggak senonoh yang ditunjukan dengan paksa oleh anak-anak nakal pada kami. 





OOTD: Hairband: Gift from Cut Hanna, Blouse: Sogo Dept. Store, Skirt: Pabrik Bajoe, Shoes: gift from Ray. 



Waktu sudah menunjukan hampir jam 8 malam. Nggak terasa kami sudah berputar-putar di toko pakaian selama 2 jam. Tika akhirnya memutuskan untuk membeli beberapa potong pakaian untuk orangtua, anak dan suaminya. Sedangkan aku membeli satu potong scraf untuk Nenek dan satu potong blouse untuk aku sendiri.
"Pernah menyangka kita bisa belikan oleh-oleh untuk keluarga dan membeli baju untuk diri sendiri?", Tika bertanya tiba tiba. Aku lalu tersenyum dan menggeleng. Percaya atau nggak, masa sekolah yang sebetulnya singkat itu cukup mempengaruhi cara berpikirku ---bahkan Tika--- waktu dulu. Meski sekarang kami mengerti bahwa masa sekolah nggak pasti mempengaruhi kehidupan kami di masa depan.

Sambil mencari restoran yang agak lengang (mall ini penuhnya minta ampun!) kami terus bercerita. Dulu, banyak anak-anak seusia kami yang menganggap berkuasa di sekolah adalah "segala"nya. Mereka rela menghina dan menjatuhkan anak lain asalkan mereka jadi yang paling diingat seisi sekolah. Ada yang sengaja berkata-kata kasar supaya terlihat hebat, atau ada juga yang hobi curi-curi merokok ketika guru nggak mengajar supaya dibilang keren. Okay, jujur saja, untuk kami istilah "populer" sempat terdengar menggiurkan. Aku dan Tika pernah mencoba merokok dan 'minum' dimasa-masa pertengahan SMP. Tapi itu hanya bertahan beberapa hari, karena --- meski terdengar klise--- kami teringat orangtua kami yang sudah bersusah payah membesarkan dan mempunyai harapan bagus untuk kami. Terlebih, hal buruk nggak akan memberikan apa-apa pada kami jika dewasa nanti. Jadi lebih baik kami putuskan untuk berhenti sebelum terlarut.






All OOTD pics are by my dad. Taken at my grandma’s house.



"Gue nggak nyesel pernah jadi anak culun"
, kata Tika begitu kami dapat tempat duduk di restoran Duck King (padahal aku vegetarian, hahahaha). Dan aku sangat setuju dengannya. Menurutku masa sekolah memang terasa lama waktu kita menjalaninya. Menjadi populer di sekolah sepertinya akan bertahan selamanya. Padahal setelah lulus kita harus menghadapi kenyataan. Hidup nggak semudah menjadi ketua OSIS atau jadi pembolos terfavorit. Kita akan sadar bahwa hal yang dulu dianggap penting nggak akan pernah terasa sepenting dulu lagi.
Seperti apapun kita di masa sekolah dulu: culun, populer, ranking satu, pem'bully, dsb, hanya sedikit yang akan terbawa dimasa dewasa nanti. Masa sekolah seharusnya menjadi masa pencarian jati diri, mencari apa yang disukai dan mencari bakat kita dengan cara yang natural dan tetap menjadi diri sendiri. Bukan menjadi "diri sendiri" karena orang lain menganggap itu keren atau untuk menjadi populer.


"Gue nggak nyesel punya nyokap yang selalu cerewet mengingatkan bahwa sekolah lebih penting daripada bergaya", aku berkata sambil tertawa. Tika ikut tertawa dan memekik, "Gua jugaaaa!" :D



Mungkin teman-teman sekolah dulu nggak ada yang ingat kami sekarang karena kami nggak populer di masa sekolah. Tapi itu lebih baik daripada dikenang sebagai "anak yang nakal" sampai dewasa dan seterusnya. Don't waste your time. Manfaatkan waktu kalian. Masa SMP dan SMA sepanjang 6 tahun rasanya lebih dari cukup untuk bersenang-senang dan belajar, bukan hanya untuk menjadi populer! :)


kisses,
I.N.D.I 



Post ini dipersembahkan untuk Tika, my best friend. foto-foto ini juga khusus untuknya yang memilihkan aku blouse pink ini. Thanks for being so kind to me. Aku bangga menjadi sahabatnya seperti dia bangga terhadapku. love you, Tika :*

Sabtu, 27 Agustus 2011

Me and my dear friend, Thie :)


Ini tengah malam, dan aku sudah bersiap istirahat. Tapi tiba-tiba saja aku teringat dengan obrolan via BBM dengan sahabatku, Thie.

Kemarin Thie bilang bahwa dagangannya laku keras. "Benar-benar penuh berkah", itu dia bilang. Aku mengiyakan. Aku bilang, pasti ada jalan kalau kita mau berusaha dan berdoa pada Tuhan.


***

Thie dan aku.


Aku mengenal Thie kira-kira 2 atau 3 tahun yang lalu lewat Facebook. Nggak ingat kapan tepatnya. Yang aku ingat cuma betapa cocoknya kami dan betapa bahagianya kami menjadi pribadi yang "berbeda" dari kebanyakan orang. Ya, Thie juga memiliki disability, sama sepertiku. Aku scoliosis sejak kecil, sekarang dan selamanya. Sedangkan Thie, Tuli (mereka lebih suka disebut Tuli, dengan T besar dibandingkan tuna rungu) sejak lahir.

Jangan bayangkan Thie sebagai pribadi yang pasif atau pemalu. Ia sangat periang dan mudah bergaul. Ia bahkan bersekolah di sekolah umum setelah sebelumnya nggak betah di sekolah luar biasa. Soal kegiatan, nggak tanggung-tanggung, Thie di SMA aktif menari Saman, malah ikut eskul fotografi segala. Waktu awal kenal, aku aku sempat bingung bagaimana ia bisa menari Saman. Setahuku Saman itu kan mengandalkan pendengaran penarinya supaya gerakanannya kompak. Ternyata Thie punya cara lain. Ia nggak bisa mendengar, tapi ia bisa berhitung. Ia menghitung ketukannya dan mengingat gerakan pelatih ketika latihan. Sisanya, ia murni mengandalkan feeling! Wow, salut sekali. She's such a talented girl :)

Bersama kami sering share soal ketertarikan kami di dunia seni. Aku senang menulis dan mendesain. Sedang Thie senang dengan dunia fotografi. Nggak ada "batasan" dalam obrolan kami. Kami bercerita seperti dua gadis normal yang bisa mencapai apapun. Aku bilang, aku akan menulis buku yang lebih sukses dari pada The Lord of the Ring, lebih tebal dari Harry Potter dan lebih menarik dari bukunya Arswendo Atmowiloto. Aku bahkan akan punya butik yang cabangnya ada di seluruh dunia (hehehe). Thie bilang ia akan punya studio sendiri dan karya-karyanya akan lebih indah dari karya Darwis Triadi.
Iya, setinggi itulah cita-cita kami, dan kami tidak main-main dalam mencapainya meski itu nggak mudah.



Salah satu karya Thie. Bagus, kan? :D

Novel-novelku yang menjadi best seller :)


Salah satu dress hasil desainku.

 

Thie juga pernah diejek, sama sepertiku ketika masih memakai penyangga. Masa kecilnya nggak mudah dan penuh perjuangan. Ia pernah dipanggil "Budeg" dan kesulitan untuk berteman, tapi pada akhirnya ia berhasil membuktikan bahwa ia memiliki otak yang sama normalnya dengan teman-teman sekelasnya. Ia bahkan --percaya atau nggak-- bisa bicara dengan jelas hampir seperti orang kebanyakan!
Aku jadi ingat beberapa hari sebelum kami memutuskan untuk bertemu. Selama ini kami hanya berkomunikasi lewat chatting dan SMS. Thie khawatir aku akan kesulitan berkomunikasi dengannya secara langsung. "Aku takut kamu nggak ngerti ngomong aku", itu katanya. Lalu aku balas, "Kamu kan bisa tulis, jadi aku tinggal baca apa yang mau kamu bilang". Tapi ternyata itu nggak perlu. Aku bisa mengerti perkataannya dengan sangat jelas. Bahkan lebih asyik mengobrol dengannya secara langsung daripada lewat tulisan. Kami berdua sama-sama "cerewet" dan nggak bisa berhenti membicarakan apa yang biasanya perempuan kebanyakan sukai: boys, food and cute stuff, hehehe. Ya, she's that normal. We are that normal :)





Sekarang usia kami sudah memasuki masa dewasa, masa "matang" atau masa di mana kami (seharusnya) bisa hidup mandiri. Kami semakin bisa menerima kekurangan kami. Aku akan selamanya scoliosis dan Thie akan selamanya Tuli. Aku nggak akan pernah bisa berlari dan Thie nggak akan pernah bisa mendengar. Tapi biarlah. "Memang kenapa? We're fine and grateful", itu kami bilang. Tuhan menciptakan kami seperti ini karena inilah yang Ia inginkan. Itu yang tercocok untuk kami.







Thie tetap menekuni hobinya di dunia fotografi dan aku tetap menulis dan mendesain. Jika perkerjaan formal nggak terlalu ramah pada kami, itu nggak buat kami terlalu khawatir. Aku dan Thie ---secara terpisah-- mulai berwirausaha--berdagang--- dan melakukan apapun yang kami bisa untuk tetap bertahan di dunia yang menyenangkan namun penuh tantangan ini. Kami sadar kami harus berusaha lebih keras dari pada orang lain. Tapi juga percaya kalau kami berusaha dan berdoa pasti ada jalan untuk kami. 

Kembali lagi pada obrolan semalam, Thie bertanya aku sedang apa selarut ini. Aku bilang,
"Aku lagi nunggu Ray, dia lagi antar coklat-coklat pesanan pelangganku".
Lalu Thie membalas, "Ya, ampun! Sama! Terry juga jadi kurirku, lho, hehehe".
Aku nggak bisa nahan diri untuk tertawa dan membalas, "Wah, kurir kita ganteng-ganteng ya, Thie? Hehehehehe".

Lihat, kan? Selalu ada jalan. Pasangan kami, keluarga, teman... dan yang terpenting Tuhan, selalu bersama kami. Kami baik-baik saja dan siap mencapai cita-cita. Iya, kan Thie? ;)






Tulisan ini spesial gue persembahkan untuk Thie. Gue sudah janji akan menulis tentang kami di blog sejak lama dan senang akhirnya bisa terwujud :) Ada satu cita-cita gue dan Thie yang belum tercapai, kami ingin muncul di halaman majalah yang sama. Berkali-kali kami muncul di majalah tapi selalu terpisah. Untuk sekarang seenggaknya kami muncul di halaman blog yang sama, hehehe :)

Sabtu, 20 Agustus 2011

Kancing-kancing Cantik dari CandyButton :)

Kancing.
Apa yang kalian pikirkan tentang itu? Pelengkap baju, mata boneka atau malah kemeja seragam sekolah? Bagaimana dengan aksesoris? Apakah kalian pernah terpikir untuk memakai kancing di kepala? :)

Tanggal 19 Agustus kemarin aku menerima paket dari CandyButton. Sebetulnya aku sudah berharap paket itu datang dari tanggal 18, tapi nggak mungkin karena satu hari sebelumnya bertepatan dengan hari kemerdekaan, hihihi. Kalau kalian sudah tahu (terutama perempuan) apa itu CandyButton, pasti deh bakal kayak aku, nggak sabar mau pakai isi paketnya dan menunjukannya sama seisi rumah (seisi sekolah atau kampus kalau perlu, hihihi).

Lucky me! Aku boleh pilih 5 item dari CandyButton. Kalau kalian pikir ini banyak, kalian salah, karena memilih 5 di antara banyaaaaaaaak aksesoris bagus itu sulit. Iya! CandyButton itu aksesoris yang menggunakan kancing sebagai aksen dan punya warna-warna manis seperti permen :) Dan ini lah aku dengan 5 pilihanku: Chantal Bow, Dorothy, Giselle, Prina dan Orella.
Merasa "mengenal" nama-namanya? Aku iya, nama-nama ini sesuai dengan tema terbaru ButtonCandy, "Vintage"! Hihihi, jadi ingat "Wizard of Oz" ya :)




Waktu kotak pembungkus paketnya dibuka, aku surprise lihat packagingnya. Paper bag'nya cute banget, dicetak dengan logo CandyButton. Sayang juga untuk merobeknya. Tapi harus, karena aku semakin penasaran dengan isinya, hihihi. Tanpa menunggu lama, aku langsung coba satu persatu didepan cermin... 








Giselle, sweet bracelet





Ini bracellet termanis yang pernah aku lihat! Aku termasuk penyuka gaya vintage, hampir setiap hari aku pakai stocking dan dress klasik. Tapi aku punya masalah, karena aku suka dengan warna-warna cerah, kesan vintage'nya sering kali "hilang". Tapi dengan bracelet ini meski tanpa aksesoris lain nuansa vintage'nya langsung terasa. Gimana nggak, lace'nya yang halus bisa langsung menambah penampilan yang memakainya jadi klasik sekaligus feminim dan manis. Ditambah bunga-bunga pink dan mutiara putih. Sempurna, kan? Wah, jadi nggak sabar sama acara reuni minggu depan, nih... Mau pamer bracellet baru, hihihi... 



Dorothy






Bando ini sederhana, tapi manis. Rangka bandonya dibungkus oleh pita putih. Lalu di atasnya ada hiasan 2 bunga, 2 mutiara ditambah aksen lace 2 warna. Waw, aku betul-betul acungi jempol buat desain yang ini. Kecil, mungil, tapi bahkan di rambutku yang tebalpun masih terlihat dan mencuri perhatian :)



Chantal Bow






Komentarku untuk bando yang satu ini cuma 1 kalimat: Betul-betul vintage.
Iya, warnanya kuning keemasan dengan pita yang diberi hiasan lace. Betul-betul klasik, kan? Nggak tahu kenapa aku langsung ingat serial "Little House". Mungkin karena berasal dari tahun 40'an ya :) 



Prina









Ada 6 kancing kecil dan satu kacing besar dalam satu bando. Apa namanya? Cute! Ditambah pita transparan dan balutan lace di rangkanya = SUPER CUTE!! :) 



Orella, hair pin








Jujur saja, aku bukan orang yang percaya diri pakai jepit rambut. Alasannya sederhana, karena rambutku berponi dan nggak punya belahan rambut. Aku takut banget kalau pakai jepit rambut bikin aku kelihatan clumsy dan too much, hihihi. Tapi dengan hair pin ini, bahkan dipakai 2 sekaligus, aku malah dapat pujian lho dari Bapak. Katanya aku terlihat dewasa dan rapi. Hmm, what do you think, guys? Apa Bapak betul? Hihihi...



Lima jenis aksesoris ini bisa dipadu padankan dengan banyak gaya. Malah nggak harus selalu vintage. Tapi menurutku aksesoris-aksesoris ini memang paling jago membuat kesan vintage. Nggak perlu susah payah cari dress klasik, dengan ditambahi 1 atau 2 aksesoris dari CandyButton bertema vintage sudah cukup :)
Dari kelima aksesoris tadi, Giselle adalah favoritku. Sedangkan favorit keduaku adalah.... empat yang lainnya, hihihi. Sejauh ini CandyButton adalah aksesoris dengan pengerjaan ter-rapi yang aku kenal. Sudah aku bolak-balik tapi aku nggak menemukan satupun lem bocor (iya, aku sering menemukan di aksesoris yang dijual di mall :S ), jahitan lepas ataupun kancing lepas. Pengemasannya betul-betul profesional dan anti rusak meskipun dikirim lewat jasa pengiriman. 

Gue beri Candy Button 5 dari 5 bintang. Salut! :))





Jadi bagaimana menurut kalian tentang gaya vintageku? Suka? Atau kalian juga ingin memakai kancing di kepala? ;)
Ayo coba dan kalian pasti suka dengan CandyButton karena aksesorisnya betul-betul berbeda. 

Kalau kalian ingin melihat koleksi CandyButton lebih banyak lagi, kalian bisa lihat di sini: 


Page CANDYBUTTON, atau langsung saja datang ke:
Paris Van Java, Glamour Level Pushcart, Bandung.
Opening hour: Monday- Friday and Sunday : 10a.m- 10p.m
Saturday: 10a.m- 11p.m
Untuk pemesanan bisa kirim email ke:
candybutton@ymail.com



Ah, CandyButton, I think I'm in love with you. Nggak sabar tunggu koleksi terbaru kalian! ;)




kisses,
Indi


Ingin menjadi sponsor di blog Indi? Baca caranya DI SINI.



Kamis, 18 Agustus 2011

Laporan dari "Meet dan Greet" perdana Indi :)




Wow, it's like a dream come true... Akhirnya meet and greet perdanaku terwujud! Ya, meski dengan beberapa "kekonyolan" di sana-sini.. hihihihi...

Jadi seharusnya jam 2 siang aku sudah tiba di Gramedia BSM. Tapi berhubung rumahku dekaaaat banget dengan BSM, aku jadi kebanyakan santai-santai dan terlambat. Kupikir, ah 15 menit juga sampai. Nah, ternyata jalanan macet banget! Duh, duh.. kok bisa-bisanya ya aku lupa kalau sekarang hari libur kemerdekaan. Pasti gara-gara terlalu semangat, deh...
Lucunya, waktu aku iseng-iseng nengok akun twitter lewat ponsel, ada beberapa orang yang menyangka gue sengaja bersembunyi di Gramedia, hihihi. Isinya rata-rata seperti ini:

"Cepetan keluar dari Gramedianya, dong Kak Indi... Jangan sembunyi".

Wah, wah... Padahal saat itu aku lagi terjebak macet. Maaf ya sudah bikin menunggu, huhuhu :')

Begitu sampai aku langsung "disambut" dengan terburu-buru sama Mas Aris dari Solusi Distribusi. Tanpa diberi tahu acaranya akan seperti apa aku tahu-tahu sudah duduk di depan banyak teman pembaca (salah sendiri telat! Lol). Aku ngerasa sedikit nervous tapi... waw, bahagia rasanya akhirnya aku bisa bertemu mereka. Aku sampai nggak bisa berhenti senyum dan menatap mereka satu persatu. Hehe, I know it's kinda weird, tapi itulah yang aku rasakan, bahagia karena akhirnya bertemu dengan teman-teman yang "dipertemukan" oleh novel-novelku :)


Aku ingat dia namanya Ilham. Rajin banget jawab kuis dan rela nunggu sampai bubar buat foto bareng aku dan Elke :D





Acaranya berlangsung santai dan berfokus pada novel pertamaku "Waktu Aku sama Mika". Aku bercerita awal mula aku menulis, proses pembuatan novel dan pengalaman-pengalamanku sebagai penulis. Aku juga kasih bocoran soal novelku yang ketiga meski masih coming not really soon, hihihi. Lalu disambung dengan kuis yang berhadiah 8 buku dan block note dari Homerian Pustaka, my publisher. Pertanyaan yang aku kasih gampang-gampang kok. Semuanya seputar novel "Waktu Aku sama Mika" dan beberapa dari cover novel "Karena Cinta itu Sempurna". Ada yang menarik, satu kali aku menyebutkan kalau Arswendo Atmowiloto adalah penulis lokal yang mempengaruhiku. Nah ternyata eh ternyata... audience malah bengong semua waktu aku sebut nama itu, hahaha. Maklum kebanyakan dari dari teman-teman yang datang masih berusia sekolah (16++). Malah waktu soal "Arswendo" ini aku jadikan pertanyaan kuis, nggak ada yang bisa jawab lho... Beruntung ada seorang ibu yang sedang berdiri di dekat lokasi meet and greet bertanya apa beliau boleh ikutan karena tahu jawabannya. Hihihi, ternyata aku sudah tua, ya? :p 







Acara ditutup dengan book signing dan foto bersama. Sesi ini adalah favoritku! Aku senang bisa duduk dekat teman-teman dan berkomunikasi dengan mereka. Meski nggak bisa lama-lama at least aku bisa bertanya nama dan kabar mereka :) Oya, setiap satu orang rata-rata mereka nyodorin 3 buku lho buat ditanda-tangan, hihihi. Mungkin titipan temannya, ya. Ada juga yang block note'nya minta ditanda-tangani. Seluruh audience seharusnya dapat block note gratis. Tapi waktu kulihat di meja kok ada sisa ya, hmmm, sepertinya ada yang lupa meminta, hihihi.




Bersama tim Solusi Distribusi dan Billa teman pembaca terbaruku :)


Aku senang acaranya berlangsung lancar dan akrab. Aku harap teman-teman pembaca yang datang juga merasakan hal yang sama. Apalagi aku dengar ada yang sudah nunggu dari jam 11 pagi... Mudah-mudahan menunggunya jadi sepadan ya :)
Untuk teman-teman di kota lain doakan aku bisa segera berkunjung, ya. Sangat ingin bertemu kalian! :) Aku janji lain kali bakal datang tepat waktu, hihihi. Dan untuk penyelenggara mudah-mudahan bisa menyediakan kursi lebih banyak ya, supaya nggak ada teman-teman yang harus berdiri. Soalnya tadi baru ada yang mengadu lewat twitter nih karena harus berdiri sepanjang acara (waaaah, maaf ya...).



Sehabis meet and greet ternyata aku dapat kejutan-kejutan menyenangkan, lho. Yang pertama adalah kedatangan my twinny, Aelke Mariska (Elke). Dia datang jauh-jauh dari Jakarta untuk datang ke meet and greet. Sayangnya terlambat :( Tapi aku tetap senang karena bisa ngobrol sampai malam dan foto-foto sampai capek, hihihi. Nice to meet you, Elke. Thanks buat bunganya, ya! :)





Dan yang kedua Ray datang menjemputku, dia ajak aku dinner sampai kekenyangan! Terima kasih Ray, you made my day!








Ah, iya kembali lagi soal meet and greet. Senang bertemu kalian semua, dan terima kasih banyak ya untuk teman-teman yang sudah jadi fotografer dadakan :D


salam,
Indi