Selasa, 28 Desember 2010

Liburan Paling Hebat Sedunia! (dan dapat award, hihihi) :D



"Libut 'tlah tiba, libur 'tlah tiba, hatiiiiiiku gembiraaaaa. Hore!"


Sepenggal lagu Tasya ini kayanya jadi "jeritan hati" anak-anak SD yang lega banget bisa bebas dari stress sekolah untuk semantara, hihihihi. Nah, bagaimana dengan kalian, teman-teman? How's your holiday? Apa kalian juga "hore" kaya si Tasya?

Aku iya.
Meskipun sebenarnya antara hari biasa dan hari libur hampir nggak ada bedanya, soalnya aku sudah lulus kuliah dan sekarang bekerja di rumah. Jadi libur nggak libur, sama-sama menghadap komputer dan "santai" tanpa deadline, hehehe. Tapi aku justru memanfaatkan moment libur orang-orang di sekitarku buat bikin masa liburan se "hore" liburannya Tasya :D


Orangtuaku dan Ray kerja 6 hari perminggu. Meski kantor ortuku bersatu dengan rumah, tapi kami baru benar-benar ketemu di waktu sore-malam aja. Sedangkan Ray, wah apalagi, dia baru pulang selepas magrib dan baru sampai rumah larut malam. Waktu berkualitas yang bisa kami punya cuma di hari minggu. Itu pun dimanfaatkan Ray untuk menemani aku terapi.
Waktuku dengan orang-orang tercinta benar-benar sangat sempit, makanya aku sibuk ngatur rencana gimana supaya liburan yang cuma 3 (24-26 Desember) hari ini jadi maksimal.



Tanggal 24 Desember.

Yeay! It's Christmas eve! Oya, hampir lupa, meski agak terlambat (tapi natal itu artinya sepanjang Desember, btw) aku ucapin selamat natal untuk teman-teman semua, ya. Semoga kasih Tuhan selalu menyertai kalian, amen.
Aku dan keluarga berkumpul dirumah sepupuku. Kenapa? Hehehe, sebenernya ini sekalian syukuran sepupuku dan istrinya yang baru menempati rumah baru. It was asuper fun day, soalnya aku juga jadi punya quality time sama nyokap! Kami makan es krim dan di perjalanan pulang kami mampir ke mini market untuk beli pop corn. Tahu dong buat apa? Yep, Christmas eve nggak lengkap tanpa film (hehe, jangan pada protes ya). Tapi movie marathon baru mulai jam 9 malam, sebelumnya kami grooming Eris supaya makin cantik. Hmm, sebenarnya sih yang mengerjakan dua mas-mas baik hati dari peternakan anjing. Tapi aku dan nyokap ikut bantuin jagain Eris, kok, hahahaha :)


Aku dan Ibu.


Eris lagi grooming.





Tanggal 25 Desember.

Ini hari spesial buatku. Soalnya selain keluarga, Ray juga bisa menemani karena sudah libur (wah, kantornya dia.. malam natal mana ada libur. Pulangnya juga tetep sama larutnya, sniff). Banyak hal seru yang aku kerjakan hari ini, tapi yang paling seru adalaaaaaaaaah (drum roll, please, lol): MOVIE MARATHON! Hihihihi... Kenapa? Soalnya akhirnya aku bisa memaksa Ray untuk nonton "Christmas Story". Ray memang nggak pernah menolak buat diajakin nonton, cuma aku nggak terlalu yakin dia mau nonton film lama yang gambarnya udah butek dan sound'nya getel di telinga. Tapi ternyata Ray suka. Dia tertawa sering sekali dan larut sama film'nya. Meski kesannya sepele, tapi ini film yang berarti banget buat keluargaku. Kalau keluarga lain mungkin memilih "Chistmas Carol" atau "Miracle on 34th Street" sebagai tradisi natal, tapi kami memilih film ini :D
Setelah itu aku dan Ray nonton film Jerman (lupa judulnya apa). Nice movie tentang anak perempuan yang ingin punya ayah di hari natal.

Kami nonton di rumah, di lantai atas ditemani pop corn, cookies dan soda. Sempurna :)


Cookies, mangkuk pop corn yang sudah kosong dan soda.



Tanggal 26 Desember.

Hari minggu artinya jadwal terapiku. Yup, nggak pernah ada kata libur buat terapi, hihihi. Agak sedih, tapi aku bersyukur karena masih bisa terapi. Aku tahu nggak semua gadis pengidap scoliosis bisa terapi rutin kaya aku sekarang :)
Seperti biasa Ray temenin aku sampai terapi selesai. Karena ini hari terakhir liburan (hiks), jadi kami putusin buat dinner di tempat yang nggak terlalu ramai. Tapi ternyata sulit banget cari tempat damai karena bertepatan dengan pertandingan bola! Dimana-mana ada acara nonton bareng, deh. Hahahaha, meski gagal tapi kami tetep bahagia meski harus makan di restoran fastfood yang banyak anak kecil berlarian dan teriak-teriak (bahkan ada yang nangis, lho sampai mirip di Posyandu, lol). Apalagi pulangnya Ray beliin aku buku. It's nice. Karena meskipun aku author (penulis) tapi tahun ini aku memang kurang baca buku, hihihihi...



Dress yang aku rancang khusus untuk liburan :D


Kami dan junk food, lol.



27 Desember.
Lho, lho? Liburannya sudah selesai, kan?
Ternyata belum :) Khusus hari ini Ray bisa pulang cepat. Jadi kami bisa ke mini market buat beli bahan makanan dan masak dinner sama-sama buat kami, bokap dan adik (nyokap lagi di RS nemenin Nenek). Wah, senangnya. Apalagi menu malam ini kesukaan aku: PASTA! :D
Rasanya bahagiaku berlipet-lipet deh bisa dikelilingin orang-orang yang aku sayangi selama liburan (plus satu hari) ini :)



Aksi kami di dapur, lol.



Jadi, bagaimana dengan kalian? Apa yang kalian lakukan? Rasanya makna liburan harus ditambahi sedikit selain untuk "lari" dari rutinitas. Tapi liburan juga sama dengan memaksimalkan waktu dengan orang-orang yang aku cintai. I'M BLESSED! :)









--------------------------------------------------------------------------------------



Oya, nggak nyambung sama post di atas, aku mau kasih kabar nih, kalau blogku dapat award. Senangnya... Apalagi aku dapat 2 award "STYLISH BLOGGER", hihihihi...
Terima kasih buat Azhia (http://azhiaminibook.blogspot.com/) dan Amelia (http://ameliasaga.blogspot.com/) atas award yang kalian berikan :)





(Diedit 29/02/2024. Aku sudah gak Ray dan happily married dengan  Shane).

Sabtu, 27 November 2010

Man's Best Friend...






Hari ini aku berencana buat diem di rumah. Mandi larut dan di tempat tidur seharian. Tapi baru aja jam 11 pagi, waktu aku lagi menikmati tempat tidur, tau-tau aja nyokap minta aku bangun dan pergi ke rumah Uak. Yah, setelah nego sana-sini, akhirnya pergi juga aku ke sana meski tanpa mandi dan gosok gigi (cuma ganti baju doang, hihihi).

Begitu sampai di rumah Uak ternyata aku berubah semangat. Pasalnya Uak minta bantuan untuk mengurusi anjing dan mengantar dia ke pet shop. Ya, maklum aja, soalnya Uak baru beberapa hari adopsi anjing. Katanya dia udah lupa "caranya" karena terakhir kali punya anjing ya waktu remaja dulu, namanya Cupy yang mati karena tua.
Setiap kali ada yang minta bantuan sama aku, kalau itu menyangkut anjing, pasti aku "iya-kan". Malah aku sering dianggap geek tentang anjing karena hampir hapal isi 1 ensikopedia tentang anjing, hehehe.
Jadilah hari ini aku melatih Doggy (nama anjing Uak) untuk shake hand (dan hal-hal basic lainnya) ditemani Eris anjing golden retriever ku :)



Bersama Eris di seberang rumah Uak.



Oya, sebelumnya harus aku ceritakan juga kalau asal-usul Doggy sebetulnya nggak terlalu jelas. Jadi suatu hari Uak yang lagi butuh anjing penjaga tiba-tiba aja "dihadiahi" bayi anjing oleh pengurus rumahnya. Katanya ini anjing liar yang ditinggalkan induknya. Nggak tau jelas induknya anjing jenis apa dan ada di mana, tapi si pengurus rumah yakin dia pernah lihat bapaknya. Waktu ditanya jenis anjingnya, dia cuma bilang, "Anjingnya besar, coklat". Begitu.
Uak sebenarnya nggak terlalu yakin mau pakai anjing nggak jelas ini sebagai penjaga, tapi berhubung belum menemukan anjing lain yang "tepat", jadi Uak putuskan untuk memelihara Doggy dulu sementara.


Setelah "bermain-main" (baca: berlatih) sedikit dengan Doggy, Uak dan aku langsung pergi ke pet shop. Di sepanjang perjalanan, Uak terus-terusan minta aku telepon atau SMS teman-teman yang berternak anjing penjaga. Ya, Uak mau mengadopsi anjing untuk menggantikan Doggy segera.
Ada beberapa kandidat anjing yang dirasa cocok. Uak berencana mau menemuinya sepulang dari pet shop.

Di pet shop Uak langsung melihat-lihat rantai untuk anjing Doberman. Dengan serius dia berdiskusi dengan penjaga toko tentang rantai yang paling tepat. Aku sendiri cuma mendengar sekilas pembicaraan mereka dan melihat-lihat makanan untuk bayi anjing.
Waktu aku lagi lengah tiba-tiba aja Uak muncul disampingku sambil bawa tali kecil untuk kucing.

"Ini bagus, nggak?" tanya Uak.
"Loh, itu apa?" bingung kan aku...
"Ini untuk si Doggy, kan lehernya masih kecil,"
"Oh...(??)"

Meski bingung aku nggak bertanya apa-apa. Otakku langsung menyimpulkan sendiri kalau Uak pasti mau beri talinya untuk Doggy setelah nggak dirawatnya lagi (Doggy rencananya akan diurus kembali oleh pengurus rumah Uak).

Sesuai rencana kami menuju rumah teman yang menjual macam-macam anjing penjaga. Di perjalanan Uak nggak banyak bicara. Dia cuma bilang kalau Doggy itu lucu, ukuran matanya kecil sebelah. Aku cuma senyum aja menanggapi kata-katanya.
Akhirnya kami sampai dan mobil diparkir agak jauh dari rumah temanku. Nggak ada salah satu dari kami yang keluar dari mobil. Bicarapun nggak. Cuma diam sampai kira-kira 15 menit...

"Sudah, lah kita pulang aja. Tolong jangan beritahu Uak kalau ada yang jual anjing, ya. Soalnya Uak mau pelihara Doggy. Selamanya!"

Dan aku pun tersenyum. Kalimat "Man's best friend" terbukti benar. Seekor anjing, jenis apapun itu, ras murni, campuran atau yang biasa disebut anjing kampung seperti Doggy selalu bisa menjadi sahabat manusia. Karena anjing nggak mengenal jenis, mereka semua sama: percaya dan akan menjaga tuannya selamanya.
Dalam hati aku langsung berjanji akan melatih Doggy dan membawanya ke dokter hewan untuk vaksin pertamanya. 

Selamat datang di keluarga kami, Doggy!



Doggy!





nb: Nama "Doggy" diambil dari kata "Dog". Karena Doggy sebelumnya memang nggak mempunyai nama, jadi hanya dipanggil seperti dirinya sendiri. Yaitu... anjing ;)

Jumat, 12 November 2010

Gaun Pengiring Pengantin di Hari Wisuda :)


Halo semua, apa kabar? Semoga baik-baik saja, ya. Soalnya cuaca yang sering berubah-rubah belakangan ini bikin rawan flu (termasuk aku yang juga kena, hehehe) :) Hari ini aku mau cerita tentang wisudaku yang serba mendadak (Ya, aku AKHIRNYA wisuda, lol).

Tanggal 10 November kemarin, disaat semua orang memperingati hari pahlawan, aku malah wisuda! Sebetulnya aku sudah nolak buat ikutan sejak bulan Juli lalu. Ya, sejak jauh-jauh bulan! (bukan jauh-jauh hari lagi). Alesannya karena aku sudah lulus, tau IPK ku, sudah salaman sama semua dosen juga, hehehe. Jadi apa lagi?
Tapi Nenek ku berpendapat lain. Baginya wisuda adalah suatu "kebanggaan". Lulus saja belum cukup, beliau pengen punya kenang-kenangan untuk dipajang di rumahnya: Fotoku yang lagi pakai toga dan kebaya.
Waaaah, andai Nenek tau... Sebetulnya pakai toga, kebaya dan konde'lah yang aku hindari. Soalnya terlalu ketat, gerah dan kondenya bikin pusing. Kalau harus pakai ini semua, gimana aku bisa menikmati prosesi wisuda yang berjam-jam? Bisa-bisa aku udah pingsan duluan...

Orangtuaku bisa mengerti. Mereka setuju lebih baik kami syukuran di rumah saja. Sesuatu yang sifatnya simbolis nggak terlalu penting. Toh, semua anak yang sekolah asalkan rajin belajar (dan fasilitas mendukung) pasti bisa lulus. Itu kan proses, jadi nggak perlu dibesar-besarkan.
Tapi akhirnya di detik-detik terakhir orangtuaku minta aku ikut wisuda. Alasannya bisa ditebak, mereka nggak mau mengecewakan Nenek. Ibu bilang, Nenek sudah tua, kadang sulit untuk diberi penjelasan kalau wisuda itu nggak penting. Lebih baik aku menurut daripada jadi kekecewaan berkepanjangan.

Jujur, beberapa hari sebelum wisuda aku sempat ngambek. Nolak pakai kebaya dan parno banget rambutku yang cuma segini-segini harus ditempeli konde (soalnya kalau hanya dicepol, paling cuma dapet sejempol, hehehe). Orangtuaku akhirnya kasih kebebasan apa yang akan aku pakai nanti. Syaratnya asalkan rapi dan formal. Dikejar waktu yang sudah sangat dekat, hal pertama yang aku inget cuma buku baju pengiring pengantin yang dikasih sama Mrs. Patty, hahaha. Akhirnya aku pilih long dress tercantik yang ada di sana. Dengan sedikit corat-coret (ya, aku suka sekali mendesain baju), aku minta Ibu untuk jahit long dress yang sudah dimodifikasi itu. Ibu agak nggak percaya aku mau pakai baju pengiring pengantin. Tapi setelah aku tunjukin desainnya, beliau setuju ;)

Waktu hari wisuda datang, aku putuskan buat nggak ambil pusing. Aku inget cerita sepupu dan teman-temanku yang harus bangun jam 4 subuh untuk persiapkan kebaya, make up dan konde. Tapi ceritaku ternyata nggak seperti itu (terima kasih Tuhan...). Aku bangun jam 7 pagi (hampir seperti biasa) dan cukup cuci muka (aku mandi 2 hari sekali, btw, lol). Setelah itu aku pakai long dress'nya. Almost no makeup. Aku cuma pakai bedak tipis, lip gloss dan blush on. Untuk rambut aku biarkan terurai, cuma aku kasih hiasan bunga-bunga kecil.

Nenek agak kaget dengan penampilanku. Beliau bilang, "Mana kondenya? Nggak pakai kebaya?". Tapi aku cuma senyum menanggapinya.




***


Aku diantar Bapak, Ibu dan Nenek. Sabuga, tempatku wisuda sudah penuh sepenuh-penuhnya. Agak heran juga kenapa banyak wisudawan/wati yang bawa rombongan sampai 2 mobil. Padahal sudah jelas undangan yang boleh masuk hanya 2 orang. Alhasil banyak wisudawan/wati yang mau masuk gedung malah terhalang sama tamu-tamu tanpa undangan. Untungnya, sejak tahun 2004 aku sering mengisi choir di sini, jadi sudah tau harus lewat mana supaya cepat, hihihi...

Di dalam gedung aku sering sekali dapat pertanyaan-pertanyaan heran seperti, "Indi, nggak pakai konde?" atau "Indi, nggak pakai kebaya? Padahal kan supaya cantik seperti yang lain", dll.
Aku sih tetap cuek aja, soalnya yang tau batas nyaman kan cuma diri sendiri. Soal cantik itu belakangan. Kalau teman-teman lain bisa tahan pakai baju daerah lengkap dan heels, nah nggak begitu denganku. Lagipula suasana nampaknya nggak mendukung untuk pakai baju yang agak ribet. Bayangkan aja, ada seribu lebih wisudawan/wati disana. Belum lagi jumlah security yang berlebihan bikin ruangan makin terasa sempit. Itu belum termasuk tamu tanpa undangan yang berhasil masuk. Bisa kebayang kan gimana suasananya? Sudah mirip nonton konser rock pakai konde aja, hihihihi :)

Akhirnya prosesi wisuda selesai. Beberapa teman dan dosen yang tadinya bilang aku "kurang cantik" berbalik memuji karena sampai akhir acara cuma aku lah yang wajahnya nggak belepotan karena makeup campur keringat. Tapi buatku yang paling lucu adalah pendapat Nenek. Beliau bilang,
"Bagus juga ternyata pakai baju santai. Emah (panggilan Nenek) mah kasian liat yang sebelumnya pada cantik malah pada selonjoran di lantai gara-gara pegel pakai sepatu tinggi".

Hihihi :)
Aku nggak mengecilkan teman-teman yang berpakaian ribet, tentu aja. Menurutku usaha mereka memang sepadan, kok. Di mataku mereka tampil sangat cantik. Tapi rasanya nggak masalah kalau aku berpendapat bahwa kebaya, konde dan high heels kurang tepat untuk dipakai di suasana ramai dan gedung yang kurang memadai. Wisuda sarjana itu satu kali seumur hidup, aku mau menikmati setiap detik moment'nya tanpa terganggu pakaianku. Sekali lagi, aku nggak mengecilkan teman-teman yang lain, lho. Aku cuma mau menekankan bahwa kenyamanan adalah yang utama. Dan yang terpenting cantik itu kan in the eye of the beholder ;)




Kamis, 11 November 2010

Ayo Menulis untuk Buku Keduaku! :)



Wah leganya novel keduaku hampir siap! :D

Setelah tahun lalu novel pertamaku terbit (Waktu aku Sama Mika), tahun ini novel keduaku akan menyusul. Masih dari penerbit yang sama, Homerian Pustaka, konsep kali ini adalah memoir. Ya, semacam buku harianku dari kecil sampai sekarang, deh, hihihihi. Di sana selain ada kisah-kisahku juga akan ada testimoni dari pembaca "Waktu aku Sama Mika". Awalnya, sih testimoni-testimoni itu berasal dari public figure dari macam-macam bidang. Ada dari bidang musik, novelis, televisi dan lain-lain. Tapi kemarin penerbit punya ide supaya teman-teman pembaca juga ikut menymbang testimoni di novelku.
Wah ide bagus! Sangat-sangat setuju :)

Kalian mau berpartisipasi? Dengan senang hati aku terima.

Caranya, kirim komentar singkat kalian tentang novel "Waktu aku Sama Mika" ke email namaku_indiankecil@yahoo.com
Atau, untuk pengguna Facebook bisa kirim pesan ke pageku, Indi Sugar. Sertakan nama, usia dan profesi kalian, ya. Cukup kirim ke salah satu account/email saja. Supaya aku lebih mudah bacanya :)

Untuk komentar yang terpilih akan dimuat di cover belakang novelku.



Supaya kalian nggak kebingungan, aku akan post beberapa testimoni yang sudah masuk ke Facebookku:

"Waktu aku Sama Mika ditulis dengan penuh cinta karena aku merasakan cinta ditiap tulisannya".
(Angela Febriani Tobing,19 tahun, Mahasiswi)

"Sempurna itu ada di semua orang, tergantung gimana cara kamu lihatnya. Touchy!".
(Inchan pratiwi, 18 tahun, Graphic design student)

"Jujur, tulus dan apa adanya. Tidak dilebih-lebihkan hanya supaya bisa menggunakan kata-kata yang terdengar hebat, melainkan sederhana dan mudah dimengerti oleh hati".
(Alice Ayu, 20 tahun, Penulis merangkap calon auditor)



Begitu :)
Aku tunggu email dari kalian, ya. Terima kasih banyak.



xo,
Indi "Sugar pie"


Kamis, 04 November 2010

Walking with "Giant" :p


Mau nulis nggak ya? Mau? Nggak? Mau? Nggak? Nggak mau? Mau!
Hahahaha, mulai ngaco deh aku. Hmm, sebenernya sih hari ini aku lelah banget. Tapi berhubung tidur nggak bisa dan kalau bengong malah mikir yang nggak-nggak, lebih baik aku nulis aja, deh, lol.

Kali ini aku mau cerita tentang Richard, temenku yang biasa dipanggil Om Bule (meski sebetulnya aku lebih tua sedikit dari dia, hehehe).
Aku mengenal si Om ini lewat dunia blog. Awalnya sih nggak sengaja, waktu aku lagi visit blog teman, di sana ada link ke suatu blog yang namanya aneh: Bule Juga Manusia. Iseng-iseng, aku klik dan mulai baca blog'nya. Wah, ternyata isinya lebih aneh daripada judulnya. Banyak cerita nggak penting dan foto-foto "mengerikan", lol. Tapi, entah aku mulai terhipnotis atau memang jatuh cinta, aku jadi ogah ninggalin blog itu dan malah betah baca postingannya satu persatu! Ckckckck... :p
Meskipun begitu, aku sama sekali nggak ninggalin komentar. Alasannya sederhana: Aku nggak mau dianggap sebagai orang asing yang nimbrungin cerita-cerita pribadi dia. (Seriously, it feels like reading a dude's diary, lol).

Sampai suatu hari (yang mana sangat jarang terjadi), aku melakukan random add di Facebook. Dan tanpa sengaja yang aku add itu account'nya Om Bule! Ternyata oh ternyata... dunia ini sempit sekali... (iya, lah. Namanya juga internet, lol). Langsung aja aku kasih link blogku dan bilang kalau aku suka sama blog'nya.
Entah berapa lama kemudian (yang pasti cukup lama sampai aku lupa pernah ninggalin link di wall'nya), waktu aku on line tengah malem, aku terima pesan di inbox FB dari si Om Bule. Isinya cukup panjang. Tapi intinya dia merasa nggak enak karena baru sempat baca blogku setelah sebelumnya dia dikejar deadline novel perdananya. Dia bilang tulisanku beautiful (ah, jadi malu, lol) dan punya ide untuk barter 1 kopi bukuku dengan traktiran wisata kuliner kalau dia berkunjung ke Bandung nanti.
Wah, jelas aja aku mau :)


***

2 November 2010
Dan inilah kami,
Aku langsung menyalami Om Bule dan nona manisnya (namanya Bian :) ) begitu sampai di BIP. Agak konyol juga karena tanpa basa-basi aku langsung bilang kalau aku lapar dan pengen langsung makan, hehehe. Alhasil, sebelum sempat ngobrol-ngobrol, kami langsung sibuk cari tempat makan, dan sudah bisa ditebak, aku pasti ngerepotin karena aku vegetarian, lol. Akhirnya supaya semua bisa makan, kami pilih untuk ke food court (yang ternyata percuma karena cuma aku doang yang makan, hahaha). Di sana barulah kami mulai ngobrol-ngobrol selayaknya teman on line yang baru ketemu.

Kesanku tentang Om Bule sedikit berbeda dari yang aku tangkap di blog'nya. Ternyata dia nggak se'ngehe yang dikira, hehehe. Aku pikir dia bakalan cerewet dan bersuara besar (sebesar badannya, lol), tapi ternyata dia bicara dengan volume dan kecepatan yang normal, kok, lol. Tapi kalau soal kocak, dia memang sekocak di blog'nya. Buktinya waktu kami foto-foto dia bisa bergaya aneh-aneh sampai aku puas ketawa lihat gayanya, hahaha. Sayang aku nggak punya gambarnya, soalnya fotonya diambil dari kamera Om Bule dan aku cuma dapet satu foto malu-malu yang diambil sama Bian, huhuhu. Aku jadi nggak sabar Om Bule upload foto-foto kami, nih. Soalnya selain fotoku dan Om Bule, ada juga fotoku dan Bian yang ala AL4Y :p



Foto malu-malu kami, hihihihi.



Aku yang baru sembuh dari sakit jadi nggak punya waktu cukup buat bawain kedua teman baruku ini hadiah. Aku cuma bawa 1 novel "Waktu Aku Sama Mika" yang nggak dibungkus pula, hihihihi... agak memalukan, ya? :p Tapi semoga aja mereka suka bukunya.
Ternyata Om Bule bawain aku oleh-oleh dari Australia. I'ts a cute Koala stuffed doll! Wah, aku seneng banget, soalnya bisa nambahin koleksi bonekaku :) Makasih ya Om Bule....
Oya, ada kejadian lucu lho pas acara "tuker kado", Bian bilang sama aku kalau dia pernah dikasih boneka koala sama Richard tapi buatan Cina, padahal belinya di Australia. Langsung aja aku masukin bonekaku ke dalem tas, takutnya Om Bule langsung berubah pikiran dan kasih bonekanya ke Bian, hahahaha.



Boneka koalanya sekarang jadi penghuni baru di atas tempat tidurku. Liat match banget kan sama wallpaper di kamarku? :)



Selesai (aku) makan kami ke bioskop. Entah ide dari mana (ehmm, sebenernya dari aku, sih, lol), kami putusin buat nonton "Setan Facebook". Wah posternya bikin penasaran banget, soalnya dari semua cast yang disebutin nggak ada satupun yang kami kenal. Tebakan kami, sih, ini pasti tipikal film Indonesia yang "konyol", alias baru 5 menit film diputar langsung ada adegan sun-sun'an, hehehe. Tapi ternyata kami nggak bisa langsung nonton (padahal udah nggak sabar, lol), soalnya film baru dimulai 1 jam lagi.

Sambil nunggu kami main dulu di Timezone. Ya, niatnya sih cuma mau have fun aja sambil habisin waktu. Tapi ternyata kami malah dirampok! Untuk yang berniat main ke Timezone, lebih baik baca dulu pengalamanku dan teman-teman tadi sore:
Tau kan mesin permainan boneka alias catcher doll machine yang menarik hati itu? Dengan mata berbinar, aku dan Bian pengen banget dapetin salah satu boneka di mesin itu. Om Bule yang baik hati ternyata mau dapetin bonekanya buat kami (hore... hore...). Setelah beli 1 kartu game, Om Bule mulai berjuang untuk dapetin boneka beruang warna biru. Awalnya sih dia cuma asal nangkep aja, cuma lama-lama gemes juga sampai-sampai dia mulai ukur "sudut ketepatan antara kait dengan boneka", hehehe. Boneka beruang incaran itu beberapa kali nyangkut di kaitnya, tapi anehnya malah terlepas waktu udah deket ke kotak keluar. Sampai akhirnya Om Bule yakin banget bidikannya kali ini bakal tepat. Dan... terbukti, bonekanya nyangkut, swinging berkali-kali... oops, ternyata meleset LAGI! Hfff...
Nggak tahu sudah berapa kali kartu digesekan ke mesin itu sampai tau-tau aja empty. Tadinya sih kami pikir sudah cukup, cuma musik yang keluar dari mesinnya itu lhooooo, kayaknya manas-manasin kami banget! Akhirnya diisi ulang lagi kartu game'nya si Om Bule. Kali ini kami mau coba mesin dengan boneka yang lebih besar, soalnya kami pikir peluang dapet bonekanya pasti lebih besar. Ternyata SALAH BESAR! Tekanan di mesin ini jauh lebih besar. Boneka-boneka besar yang asik nyengir ke arah kami ternyata cuma kasih harapan palsu. Mereka selalu jatuh TEPAT di samping kotak keluar! Hmm, mulai curiga kaitnya dirancang khusus untuk melonggar di waktu-waktu tertentu... Sniff, akhirnya kami keluar dari Timezone dengan tangan kosong. Bener-bener kosong, karena kartu game yang kedua juga isinya sudah habis, hahahaha (ketawa sedih).

Masih dalam rangka nunggu film dimulai, Om Bule beli pedang-pedangan dulu. Yes, betul pedang-pedangan pajangan gitu (Aku bantu kamu ya, Richard. Kalau nanti di bandara kamu dilarang bawa pedang ini karena dianggap senjata tajam, kamu tunjukin saja postingan aku, jadi ada bukti kalau yang kamu bawa itu memang pedang-pedangan, hahaha). Si Om Bule pilih-pilihnya lamaaaaa banget. Persis banget kalau aku masuk toko sepatu, lah, lol. Untungnya dia nggak minta pedangnya langsung dipakai, kaya kalau aku lagi belanja sepatu :p
Akhirnya pedang yang dipilih warna hitam. Keren banget, deh pokoknya. Ada tulisan Jepangnya juga, tapi aku nggak tau artinya apaan. Yang penting mah keren, hihihihi.


Waktu kita sampai di bioskop ternyata film'nya sudah dimulai. Terpaksa deh kita jongkok-jongkok takut ganggu orang-orang yang serius nonton "Setan Facebook" (aku dan Bian sih nggak apa-apa, soalnya pada imut. Nah, si Om Bule, tingginya hampir 2 meter, lol). Waktu aku jongkok-jongkok sebenernya agak mirip orang tiarap waktu perang, soalnya aku orangnya penakut abis kalau soal film hantu-hantuan, lol.
Akhirnya, setelah kami duduk dikursi sembarang, kami mulai nonton filmnya. Begini ceritanya...
*yawning* Ada hantu hobinya main Facebook, jadi dia bunuh orang-orang di friendlist'nya. Tamat.
Iya, betulan tamat. Ceritanya memang segitu-gitunya, suara pemainnya juga nggak begitu jelas, kaya orang lagi kumur-kumur gitu. Editornya juga jelek. Hantunya nggak serem. Tapi justru karena semua kekurangan itu kami jadi ribut ketawa-ketawa sepanjang film. Contohnya aja yang bikin ngakak, ada adegan bule (nggak tau siapa namanya) mau hack account'nya si hantu. Tau nggak dia ngapain? Dia cuma buka profile hantu dari account'nya sendiri, nggak ngapa-ngapain, geleng-geleng, isep rokok terus bilang, "Nggak bisa...", hahahahaha. Atau ada nenek-nenek yang mengenalkan diri, maksudnya sih misterius, tapi suaranya nggak jelas dan malah kedengeran kaya, "Panggil saya Oma POCHONG", whuahahahahaha...
Ada satu adegan yang sukses bikin Om Bule dan Bian ngakak, yang sayangnya aku nggak perhatiin. Katanya sih waktu hantunya mau nyergap pemeran utamanya yang lagi nyetir mobil, pemeran hantunya udah nongol-nongol di bangku belakang sambil nungguin aba-aba gitu! Hihihihihi, what a movie :')

Kami pun keluar bioskop sambil ketawa-ketawa heboh. Beberapa kali kami ngulang dialog-dialog konyol yang ada di film itu (dan favorit kami adalah, waktu si cowo bule bilang sama temen cewenya supaya jangan dulu bukan FB, si cewe langsung panik sambil bilang, "Sampai kapaaaan???!!!" Hahaha, seolah dia dilarang napas atau makan, lol). Rasanya kalau dipikir-pikir lagi cuma kami bertiga yang ketawa-ketawa waktu nonton. Eh, jangan-jangan penonton lain anggap film itu terlalu serius sampai-sampai berasa masuk ke setiap adegannya? Come on, you've gotta be kidding me :p

Akhirnya, kami harus berpisah. Selain waktu yang semakin larut, mall'nya juga hampir tutup, hihihihi.


Nice to meet you Om Bule, Bian. Makasih oleh-olehnya. Kapan-kapan kita main lagi, ya... Atau bikin film "Setan Blogger" sekalian, lol. Oya, ngomong-ngomong, boneka koala'nya aku kasih nama "Ribi". Tau kan singkatan dari apa? ;)




Yang paling depan itu koin dari Om Bule. Horeeee, dapet tambahan koleksi uang asing, deh :)



Blog'nya Om Bule: 
http://bulejugamanusia.blogspot.com/




(Diedit 29/04/2024. Aku dan Richard alias Om Bule masih berteman sampai sekarang. Dia sudah gak ngeblog lagi dan berprofesi sebagai polisi di Australia).

Senin, 11 Oktober 2010

Selamat Ulang Tahun, Idolaku...



Katanya waktu kecil aku nggak bisa lepas dari pelukan dia.
Katanya waktu kecil aku suka cium bau badan dia sampai tertidur.
Katanya waktu kecil aku pernah diajarin gerakan karate supaya bisa lawan sepupu-sepupu yang badannya lebih besar.
Katanya waktu kecil aku suka jinjit diatas kakinya sambil pura-pura dansa...

Sekarang aku sudah besar.
Sudah bisa tidur meski nggak cium aroma tubuhnya.
Sudah bisa bilang "malu, ah..." kalau dia tuntun aku waktu jalan-jalan di mall.
Sudah bisa berdebat kalau dinasehati ini-itu...




Tapi ada satu hal yang nggak pernah berubah,
Dari dulu sampai sekarang, nanti, selamanya...
Aku akan mencintainya, mengidolakannya, memujanya. Selalu...

Happy birthday, Bapak...
Temani putri kecilmu ini sampai nanti, ya. Janji?


Rabu, 06 Oktober 2010

Jangan Takut Bermimpi :)

Sofa impianku.


Hai semua! Apa kabar hari ini? Baik? Buruk? Biasa aja? Hehehehe..
Aku sendiri nggak terlalu baik. Bahu kananku sakit banget. Rasanya hampir lepas dari badanku (lebay). Mungkin gara-gara kebanyakan texting di HP ya? Hihihihi...
Terlepas dari hari ini, aku mau ceritain salah satu hari terbaik yang pernah aku alamin. Hari itu adalah 24 Agustus 2010. Kenapa? Karena hari itu berhasil bikin aku histeris dan 'banting' HP, lol.
Daripada kalian bingung dan bayangin yang nggak-nggak (bayangin aku terlalu tajir sampe berani banting HP, lol), lebih baik aku ceritain dari awal...


24 Agustus, sore-sore di dalem mobil, hujan lebat, macet pula!

Aku SMS Ray untuk bilang kalau aku udah jalan dari 30 menit yang lalu. Aku khawatir dia masih di kantor dan bikin aku yang harus nunggu dia di acara gathering salah satu airlines Indonesia. Belum sempet aku pijit tombol "send", HP ku udah berdering. Aku pikir itu Ray, tapi waktu aku lihat nomornya ternyata aku nggak kenal.
Aku langsung tanya bokap yang waktu itu lagi nyetir apa aku harus angkat teleponnya. Dia bilang, "Angkat aja siapa tau penting,".
Akhirnya...

"Halo?"

"Ya. Dengan Indi Taufik?"

"Yes, saya sendiri, " (sambil cekikikan karena suara di sebrang sana serius banget, hihihi).

"Saya Rosianna Silalahi, saya..."

"Siapa???"

"Rosianna Silala..."

Pluk! HP ku jatuh dari genggamanku. Badanku mendadak lemes saking kagetnya. Baru 2 hari yang lalu aku menghayal bisa tampil di talk show "Rossy" dan hari ini tiba-tiba aja Tuhan kasih jawaban mendadak.

Bokap kebingungan dan minta aku ambil HP yang hampir menggelinding ke belakang jok mobil.

"Ada apa, sih? Siapa tadi?"

"Rossy, Pak... Rossy...", jawabku histeris.

"Rossy? Siapa?"

"Arrrrrrghhhhh... ROSSY, PAK. ROSIANNA SILALAHI... Ya Tuhan, aku lemes," mulai lah aku norak.

"Hah? Mau ngapain? Kok sampai telepon kamu??"

"Nggak tau, Pak... Makanya sekarang aku lemes gini. Hampir pingsan, hiks..."


Ring... Ring...


"Pak! Nomor yang tadi! Angkat jangan???"

"Ya, angkat lah..."

"Deg-deg'an..."

"Jangan Ge'er..."

"Dasar!"


Dua detik kemudian...


"Ha.. halo?..."

"Tadi teleponnya terputus ya?"

Think fast Indi, think fast! "Iya, maaf signalnya tiba-tiba hilang,"
(Lol, aku berbohong tuh, hihihi).

"Iya, tidak apa-apa. Hmm, begini Indi. Saya lihat kamu di facebook. Kamu mau datang ke acara saya tanggal 26 nanti?"

*Glup* "Maksudnya... Talk show Rossy,"

"Iya betul. Bagaimana, mau?"

*Tarik napas panjang, nahan nangis* "Iya, mau,"

"Oke, kalau begitu terima kasih. Nanti ada Olive, produser saya yang akan hubungi kamu. Dia akan jelaskan apa saja yang perlu kamu siapkan,"

"Eh, Rossy?"

"Ya, Indi?"

"Ini serius?..."

"Hahaha, ya. Serius,"

"Aku penggemar acaramu. Aku senang kalau bisa tampil di sana. Sungguh, aku senang. Terima kasih banyak..."

*Jeda agak lama* "Iya, sama-sama Indi. Sampai ketemu ya..."

"Da.. dadah..."


Dan meledaklah tangisanku. Dengan cepat aku (coba) ceritain sama bokap apa yang baru aku denger tadi. Aku sangat excited sampai-sampai tangisanku berubah jadi tawa histeris.


"Selamat, ya. Kamu hebat. Tapi jangan bilang-bilang Ibu dulu ya? Ini kejutan!"

"iya, Pak! Rahasia dulu ya,"

"Ya ampun! Kak!"

"Apa??"

"Tadi Bapak terlalu konsen dengerin kamu cerita sampai-sampai kita salah jalan. Kita udah lewatin jalan ini 2 kali, kan?"

"Yah, Bapak..."

"Nggak apa-apalah nyasar, kan lagi seneng ini, hehehehe,"

Dan sampailah aku di acara gathering 1 jam setelah Ray sampai...

***

Persiapan dimulai segera setelah aku pulang dari acara gathering. Ray seneng buatku, meski dia nggak bisa hadir waktu shooting karena harus kerja.
Aku mulai pilih-pilih baju. I love red, hampir di setiap kesempatan aku pakai warna merah. Tapi aku pikir warna oranye lebih cocok untuk "Rossy" yang setting stage'nya selalu fresh tapi formal. Akhirnya, setelah aku dapat baju yang tepat, aku siapin bando dan sepatunya dengan warna serasi. It's kinda funny, btw. Seharian aku dan bokap cari sepatu oranye di mall tapi nggak ketemu dan akhirnya malah ketemu di pasar! Hahahaha, hasilnya aku jadi bangga banget. Waktu nyokap tanya, aku langsung jawab, "ini dapet dari pasar lho...", hihihi.

Tapi jujur aja, meski persiapanku secara "fisik" cukup matang, tapi mentalku ternyata ketar-ketir juga. Pasalnya selama 1 bulan belakangan aku kena penyakit yang agak misterius. Dokter yang periksa aku belum temuin jawabannya. Bahkan sampai test Lab juga nggak nunjukin kelainan apa-apa (tapi 1 minggu setelah shooting ketauan kalau aku kena infeksi dalam yang parah, btw). Kulitku gatel dan kalau digaruk muncul ruam-ruam merah kaya bekas kebakar. Badanku juga rasanya panas sampai-sampai nggak betah kalau pakai baju yang agak tertutup. Bisa dibilang kesehatanku sebenernya sangat nggak memungkinkan untuk shooting. Tapi aku takut kesempatan sebagus ini nggak datang lagi, jadi aku putusin buat menutupi keadaan kesehatanku...


Dua hari kemudian, jam 8 pagi aku dan ortu berangkat ke Jakarta. Sebelumnya aku kabari dulu 2 temanku untuk ikut tampil di "Rossy". Kebetulan tema kali ini adalah "Menembus Batas", tentang orang-orang yang berhasil untuk sukses ditengah keterbatasan fisik. Dua temanku (Alien dan Yosef) adalah pengidap scoliosis juga, sama sepertiku. Dan mereka bisa bekerja normal selayaknya orang yang berfisik sempurna. Oya, untuk yang belum tau (hihihi), aku adalah pengidap scoliosis berat (kelengkungan 55 derajat), dan aku berprofesi sebagai model lokal dan penulis.

Setelah sampai di studio Global TV, aku diantar ke ruang tunggu (sambil celingak-celinguk cari Rossy, hihihi). Disana aku langsung ketemu dengan Pak Limin dan keluarganya. Pak Limin adalah seorang tuna daksa yang berprofesi sebagai penghibur. Dia juga pimpinan kelompok lenong betawi, lho! What a person! Belum mulai acara aja aku udah amaze, hehehe...
Menyusul kemudian, datang Alien dan Yosef yang masih bingung dengan ajakanku yang mendadak, lol.

Selesai touch up (Gee, my face. Looks so weird, lol), aku balik lagi ke ruang tunggu. Soalnya percuma aku berkeliaran di studio, kata si mbak make up artist, Rossy'nya belum datang, hihihi.
Di sana aku ketemu sama Habibie. Spontan aku teriak, "Heeeeey, aku tau kamu!".
Tapi orang yang dimaksud malah cuek bebek, huhuhu, sebel. Langsung deh aku ngeluarin jurus "ikutan cuek" kalau ketemu Habibie, soalnya takut disangka sok akrab, hihihihi.


The Show. Te-re-ret-tereeeeet! Lol.

Satu jam kemudian semua pengisi acara dibawa ke studio. Brrr.. dingin banget. Kulitku  yang lagi sensitif langsung perih nggak karuan. Berbekal impianku yang pengen duduk di sofa "Rossy", akhirnya aku bisa tutupi sampai selesai acara.

Dan, here's she is...
Rossy masuk ke dalem studio. She's so gorgeous, kulitnya bagus dan potongan rambutnya keren. Tapi yang paling aku perhatiin, dia nggak sekurus yang aku banyangin. She's so curvy. Bahkan kalau dibandingin aku yang selalu mengaku chubby ini, hihihi.


Aku dan Rossy, she's holding my book "Waktu Aku sama Mika" :)



Memang dasar amatir, aku nggak tau kapan shooting dimulai. Tiap ada yang nanya, nyapa atau apalah, aku selalu nyangka kalau udah direkam. Maklum, aku belum pernah ikut shooting taping yang kru'nya banyak, hihihi..
Tapi akhirnya aku tau kapan shooting dimulai, yaitu waktu musik khas "Rossy" diputer dan penonton tepuk tangan meriah :)

Habibie masuk di segmen pertama. Aku yang dikasih tau bakal muncul di segmen kedua langsung deg-deg'an mati-matian. Gimana enggak, studio yang AC nya dingin minta ampun bikin suaraku rawan serak dan terbata-bata. Padahal waktu briefing aja mas-mas floor director udah bilang supaya aku ngomong yang kenceng, huhuhu.
Untung semua berjalan lancar, aku dipanggil ke atas stage dan bisa bicara dengan lancar. Semua yang mau aku sampaikan sebagai seorang penyandang scoliosis juga tersampaikan dengan jelas di sana. Apalagi kata-kata Rossy begitu "melambungkan" hingga bikin aku semakin relax. Sampai-sampai setelah acara selesai aku ogah turun dari stage dan menyempatkan bilang terima kasih sampai ratusan kali (eh, ya... mungkin sekitar sebanyak itu lah, lol).

***

Tanggal 4 Oktober episode "Menembus Batas" tayang jam 10 malam. Aku dan ortu nonton dengan suka cita. Meski awalnya aku malu-malu liat wajah sendiri di TV tapi akhirnya aku bisa menikmati acaranya. Apalagi waktu aku teringat kejadian-kejadian konyol sebelum acara. Seperti dicuekin Habibie yang akhirnya malah menjadi sahabatku (aku baru tau kalau dia bukan cuek tapi wajahnya emang tanpa ekspresi, hahaha) atau waktu liat rambut Alien dicatok yang ternyata cantik banget di kamera ;)



Aku masuk di segmen 2. Clip on bikin punggungku "aneh" :p


The show: Rossy Menembus Batas.


Sampai acara selesai aku masih senyum-senyum bangga. Bukan, bukan gara-gara kisah hidupku dikupas di acara sebesar "Rossy". Tapi karena bangga di tengah keterbatasan ternyata aku masih bisa bermimpi dan berusaha mewujudkannya. Menulis novel, merancang busana, menjadi model... dulu semua cuma impianku, tapi sekarang semuanya jadi kenyataan. Termasuk untuk duduk di sofa empuk di samping Rossy. Yang ternyata menjadi nyata karena aku berani bermimpi!







My FB page: Indi Sugar
My "Waktu aku Sama Mika" FB group: Waktu aku Sama Mika


Rabu, 29 September 2010

Hati-hati the Osbournes, Kalian Punya Saingan! :p


Selamat malam semuanyaaaa... Apa kabar?
Hari ini aku nulis dengan keadaan nggak jelas. Alias nggak tau aku lagi mood nulis atau nggak mood nulis (apa sih? lol).
Seharian ini waktu rasanya pendek. Aku turun dari tempat tidur hampir tengah hari, soalnya semaleman aku restless akibat sakit kepala yang ajaib (udah minum obat masih sakit, padahal terapisku bilang aku nggak apa-apa. Nah, ajaib bukan!). Setelah itu buru-buru aku brunch (mau sarapan udah terlambat, hihihihi) terus ambil baju serampangan dan pergi ke kampus buat urusin kelulusan. Wah, sepanjang jalan rasanya kaya lagi ada gempa bumi besar. Kepala aku nyut-nyut-nyut sampai bikin jalankue sempoyongan, hahahaha...

Sykurlah semuanya lancar, surat lulusku udah ada dan tinggal nunggu di tanda-tangani PD I. La, la, la, la, senangnya (padahal PD I itu lah yang paling susah dicari, jadi nggak jelas juga dapet suratnya kapan, hihihihi).
Hmm, semenjak lulus ini aku sering merasa "stress" kalau diem di rumah. Meskipun aku fresh from the oven (alias baru BANGET lulus), tapi nyokap udah khawatir banget (duh!). Beliau pengen aku keluar rumah, menemui orang betulan dan berkomunikasi pake suaraku, bukan hanya lewat internet. Sniff, It would be hard, Ma :p

Akhirnya, sekitar minggu lalu aku mulai cari-cari kerjaan yang pas buatku. (Hmm, sebenernya sih, aku sempet ditawarin magang di sebuah media kampus, tapi sayang ternyata kerjaannya nggak cocok sama fisikku yang "unik", karena harus datang daerah-daerah terpencil di Indonesia, huhuhu).
Tanpa sengaja aku liat ada lowongan untuk host perempuan di sebuah stasiun TV lokal. Nggak pake liat tanggal deadline, syarat, dll aku langsung telepon aja produser TV itu dan bikin janji ketemu (nekat bener, lol). Setelah interview yang lalalala, blahblahblah (banyak becanda dan basa-basinya, hihihi) akhirnya aku dapet kabar kalo posisi host di program TV yang aku pengen udah keisi! Oh, no :'(
Untunglah mereka lagi siapin program TV lain. Memang sih baru bulan depan nanti, tapi nggak apa-apa, lah. Dapet pekerjaan kan nggak mungkin instan :D

Sambil mengisi waktu, produsernya ternyata punya ide gila (lol). Dia pikir pasti bagus kalau keluargaku dan rumah kami dibahas di program TV mereka. WHAT? Aku yang belum izin ortu langsung "iya-iya" aja di depan produser. Untunglah pas aku sampaikan kabar ini ortuku nggak masalah.


Jadilah tanggal 24 kemaren rumah keluargaku di survey. Aku yang waktu itu mau pergi ke kampus sempet-sempetin dulu jadi guide produsernya di rumah yang gedenya nggak seberapa ini (luas bangungan 350 m, 2 lantai dan taman belakang mentok sama jendela kamar, lol).
Sambil tunjukin ruangan-ruangan di rumah, aku pura-pura jadi pembawa acara MTV Cribs, hahahaha. Siapa tau produsernya mikir, "Wah, berbakat sekali gadis manis ini.."
Hihihihi...
Semuanya serba cepet dan mendadak, 3 hari yang lalu, alias tanggal 27 September keluargaku dan rumah kami langsung dishoot! Jadilah kami yang minus banget soal acting di"hajar" habis-habisan. Tapi seru juga, terutama nyokapku yang hobi banget bilang "CUUUUUUUT!" tiap kali dia salah ngomong, hahaha. Belum lagi bokap yang dengan konyolnya acting baca buku "Waktu aku sama Mika" tapi lupa pakai kaca-mata baca. Hihihihi, banyak banget kejadian konyol lah pokoknya. Sayang banget, Puja, adikku nggak bisa ikutan karena lagi kuliah. Sebagai gantinya aku minta kameramen zoom foto dia terus-terusan, lol.

Ya, meski acara ini nggak ada hubungannya dengan pekerjaanku, tapi aku nggak nyesel dan bangga bisa muncul disini. Soalnya pengalaman ini nggak akan pernah aku dapet kalau aku nggak "nekat" ngelamar jadi host di stasiun TV lokal, hihihi.
Oya, buat temen-temen yang tinggal di Bandung, jangan lupa saksikan keluarga kami (cieeee...) di program "IMAH" jam 5.30 sore di STV, hari Jumat tanggal 1 Oktober. Saran dan kritik kami terima dengan senang hati, hahahaha ;)

Sedikit foto-foto di rumah kami:


Kamarku yang girly tapi juga rock n roll


Kamar tidur ortu yang ala keraton, hahahaha.


Ruang tamu


Kamar mandi.


Sehabis shooting: Kang Zein (host), aku dan Kang Bram (arsitek).





My group: Waktu Aku sama Mika (Facebook)
My page: IndiSugar (Facebook)

Sabtu, 25 September 2010

Belajar dari Pak Benigni

Halo?
Ah, lama juga aku nggak duduk di depan komputer tua, nyentuh keyboard dan nulis pengalamanku sehari-hari. Hmm, sebenernya bukan berarti nggak ada yang mau aku ceritain. Belakangan ini hari-hariku menyenangkan dan banyak hal baru, kok. Tapi sakit yang nggak kunjung sembuh bikin aku agak "malas" buat menulis. Selama sebulan ini aku langsung istirahat setelah aktivitas. Maklum, tubuh lagi nggak bisa diajak kompromi :) Padahal banyak sekali hal-hal baru yang pengen aku bagi. Tentang aku yang (hampir) gagal jadi host di stasiun TV lokal, diundang ke acara talkshow favorit, sampai tentang sakitku yang nggak kunjung sembuh.

Tapi sekarang aku nggak akan bahas tentang hal-hal itu. Ya, itung-itung pemanasan setelah lama nggak nulis, aku mau nulis yang santai-santai dulu, hehehe.
Hmm, gimana kalau tentang idolaku? Setuju? Nggak?
Okay, kalau gitu aku bikin tulisan ini khusus buat yang setuju aja. Buat yang nggak setuju, silakan klik "Postingan lain" di sudut kanan halaman ini. Masih ada cerita-cerita aku yang lain, kok, lol.


Aku mengagumi Roberto Benigni. Ya, dia idolaku.
Waktu itu aku masih duduk di bangku SMP dan pertama kali mengenal ia lewat film "Life is Beautiful". Film ini sangat berkesan buatku karena sukses bikin aku nangis di masa pra remaja yang serba "jaim". It was amazing. Sebelumnya aku jarang sekali nunjukin emosi kalau nonton film (kecuali film "Air Bud". That's another story, lol).
Semakin aku dewasa, aku mulai sengaja mencari-cari film aktor asal Itali ini. Dan ternyata memang nggak mengecewakan. (Hampir) semua filmnya sukses bikin aku meneteskan air mata dengan cara yang nggak cengeng. Karena film-film'nya selalu penuh inspirasi dan mengubah rasa takut jadi sesuatu yang "fun".

Tapi ada 2 film favoritku. "Life is Beautiful" dan "The Tiger and the Snow". Film-film ini disutradarai oleh Mr. Benigni sendiri. Yup, he's a genius! Selain bisa akting, dia juga menulis cerita untuk film-film'nya. Dan selama aku mengalami "sakit lama-entah kapan sembuh" ini, aku jadi punya kesempatan buat nonton ulang 2 film kesukaanku ini. Entah untuk keberapa kalinya, tapi kali ini aku masiiiih aja meneteskan air mata.
Hmm, buat yang belum pernah nonton film-film'nya mungkin bakal nggak percaya dengan kesaktian idolaku ini. Aku tau selera orang beda-beda. Tapi aku sarankan kalian untuk menilai sendiri, minimal dari 2 film yang aku sebutkan tadi. Nih, aku kasih review singkatnya. Siapa tau bisa jadi bahan pertimbangan film mana yang mau kalian tonton duluan :)


Life is Beautiful (1997)



Sesuai judulnya, film ini memang menceritakan tentang betapa berharganya kehidupan. Aku menangkap arti yang luas dari film ini, bahwa betapa berharganya pasangan, anak, keluarga dan teman kita meski dalam keadaan tersulit sekalipun.

Guido, seorang Yahudi sederhana yang ceria suatu hari tanpa sengaja bertemu dengan Dora, seorang guru cantik yang berkelas. Meski hanya melihatnya sekilas, Guido langsung jatuh cinta pada Dora. Dengan segala keterbatasannya ia berusaha menarik perhatian Dora sampai akhirnya mereka berhasil menikah.
Beberapa tahun kemudian mereka memiliki anak laki-laki lucu, Giosue, yang membuat kehidupan mereka semakin indah. Hari-hari mereka jalani dengan rasa syukur dan iklas meski mereka hidup sangat sederhana (Dora meninggalkan kehidupan mewahnya dan memutuskan untuk membantu Guido mengelola toko buku kecil).

Hingga 5 tahun kemudian, kehidupan indah mereka dirusak oleh kehadiran tentara Jerman yang "memburu" seluruh keturunan Yahudi. Guido, yang memang seorang Yahudi dibawa secara paksa oleh tentara dan dipekerjakan secara semena-mena. Karena cintanya, Dora (beserta anak mereka, Giosue) menyusul suaminya dan ikut bekerja paksa meski ia sama sekali nggak diizinkan untuk melihat suami dan anaknya.

Selama di kamp pekerja Guido "membohongi" anaknya yang masih sangat kecil bahwa yang sedang mereka lakukan sebenarnya permainan dalam rangka merayakan ulang tahun Giosue. Giosue pun percaya dan menjalani siksaan Jerman dengan gembira karena mengira akan diberikan mobil-mobilan ketika permainan selesai.

Jujur aja, ini adalah film Mr. Benigni yang paling sering aku tonton ulang. Mungkin aku udah nonton film ini sebanyak 10 kali dan masih nangis waktu liat endingnya. Endingnya begitu indah dan "mengejutkan". Saking bagusnya aku sering mengajak teman dan keluarga buat nonton film ini. Aku menikmati sekali reaksi "surprise" mereka sepanjang film ini. Bener-bener film yang menginspirasi :)



The Tiger and the Snow (2005)




Nggak gampang buat me'review film ini. Selain karena twist ending yang nggak asik kalau diceritain duluan, alur film ini juga mungkin agak susah dimengerti kalau nggak ditonton langsung.

Attilio seorang duda beranak dua selalu memimpikan hal yang sama setiap malam. Ia selalu melihat dirinya sendiri menikah dengan mengenakan piama. Anehnya mimpinya selalu terputus karena ia selalu terbangun.
Attilio sangat terobsesi dengan mempelai wanita di mimpinya meskipun ia sudah memiliki seorang pacar. Sayang, Vittoria, wanita impiannya itu nggak mempedulikan Attilio di dunia nyata.

Suatu hari, Attilio mendengar kabar bahwa Vittoria mendapatkan kecelakaan di Baghdad. Tanpa pikir panjang Attilio langsung menyusulnya dari Prancis dengan cara menumpang pada sebuah organisasi kemanusiaan (semacam PMI gitu, lah, lol). Setiba di Baghdad ternyata Vittoria sudah dalam keadaan koma. Dokter yang memeriksanya menyatakan ia sudah sekarat karena di rumah sakit sedang kekurangan obat-obatan. Vittoria pun dibiarkan begitu saja karena keadaan sedang perang dan banyak nyawa yang lebih "berharga" untuk diselamatkan.

Attilio yang sebenarnya tau keadaan Vittoria tetap menemaninya dan menganggapnya seolah sedang tidur. Setiap hari ia mengajaknya berbicara dan mencarikan obat-obatan. Meskipun usahanya sangat beresiko, Attilio nggak pernah berhenti. Bahkan setelah ia ditodong senjata olah tentara Amerika yang menyangka dirinya seorang Arab karena memiliki logat "asing" dan warna kulit yang kecoklatan.

Adegan-adegan tentang perjuangan Atillio mengisi hampir di sepanjang film sampai akhirnya sampai pada ending yang "twist", yang lebih baik di tonton sendiri. Menurutku ini film percintaan yang paling "sempurna" yang pernah ada. Semuanya serba sederhana dan tanpa syarat. 


Ya, itulah reviewku tentang 2 film Mr. Benigni kesukaanku. Aku nulis ini tengah malem dengan mata sepet, tapi semoga aja kalian bisa mengerti bahasa "ajaib" ku, lol. Sekali lagi, aku tau selera orang beda-beda. Tapi aku berani bertaruh kalau kalian nggak akan bisa menolak pesona si jenius Roberto Benigni ;)



NB: Di kedua film, yang memerankan Dora dan Vittoria adalah istri Mr. Benigni di kehidupan nyata, lho.



Rabu, 11 Agustus 2010

Cita-cita

Potong kue di ultahku sama Ibu :)



My family. Ibu baru aja bangun tidur, hahahaha :)



Halo, apa kabar semuanya? Buat yang menjalankan ibadah puasa, aku ucapin selamat berpuasa, ya. Semoga ibadah tahun ini lebih baik dari tahun kemarin. Amen :)

Satu minggu belakangan, aku baru ngalamin "kerasnya hidup", hehehe. Maksudku, kehidupanku setelah lulus kuliah jauh lebih berat daripada waktu kuliah (yang memang sudah sulit, huhuhu). Aku mulai harus  untuk lebih mandiri, punya penghasilan sendiri dan pekerjaan yang stabil.
Aku sama sekali nggak keberatan dengan "peran" baru ini. Toh aku memang sudah dewasa dan terbiasa membiayai diri sendiri (sejak kuliah aku nggak dapet uang saku). Tapi yang jadi masalah justru kekhawatiran ortu (terutama nyokap) ku!

Sejak aku masih remaja, nyokap, yang aku panggil "Ibu" sudah khawatir dengan "masa depan" ku. Perkembanganku yang ajaib sebagai remaja, bikin dia ketakutan setengah mati kalau anaknya nggak bisa sehebat anak-anak lain.
Suatu waktu pernah Ibu bertanya apa cita-citaku. Dengan percaya diri aku jawab,
"Aku mau jadi penulis dan apapun, asalkan bekerja dengan anak-anak".
Dan kagetlah nyokapku.

Bahkan semenjak aku belum lulus SD, nyokap pernah bilang kalau dia bercita-cita punya anak yang sukses, punya karier yang cemerlang dan mapan. Jujur aja, awalnya memang menjadi beban tersendiri buatku, yang secara kebetulan dilahirkan sebagai anak pertama, hehehe. Tapi lama-lama aku pikir, aku  bisa kok sukses dengan pekerjaan yang aku sukai. Toh apapun kalau dikerjakan dengan serius pasti "menghasilkan".
Ternyata nyokap berpikir lain, baginya untuk sukses harus kerja kantoran. Begaji tetap dan bukan kerja "serabutan".
Agak menyakitkan, memang... Tapi begitulah, sebagai fresh graduate yang masih tinggal di rumah ortu, aku harus mendengarkan keinginan nyokap.



Adik, Bapak dan aku waktu Ibu ultah di Lembang.



Akhirnya di sinilah aku, mulai cari pekerjaan yang nggak ada hubungannya dengan dunia yang aku suka. Nggak ada tulis-menulis, khayal-mengkhayal (bahasa opo iki? lol) atau anak-anak. Sudah beberapa CV aku kirim via e-mail ke beberapa tempat. Ada yang ditanggapi ada juga yang nggak.
Salah satu yang ditanggapi datang dari sebuah lembaga pendidikan (nama dan profesinya rahasia, ya! Hehehe). My Mom was soooooo exited! Sampai-sampai dia langsung bikin baju baru buatku. Buat kasih "miracle" di interviewku katanya. Aku sih cuma bisa mesem-mesem nggak karuan. Soalnya kalau manyun aku nggak tega sama nyokap yang sudah begitu bahagia (dan mendoakan aku pagi-siang-malem--kapanpun--).



Me and Daddy di ultahku. Look at my face. Aku gak mandi karena lagi kena demam berdarah :p


Interviewku kebilang lancar, meski gagal bikin janji sebanyak 2 kali. Tapi setidaknya aku menunjukkan ketertarikan dengan interview'nya meski aku blank sama sekali tentang profesi "itu".
Sampai hari ini (3 hari kemudian setelah interview), aku masih belum dapet panggilan. Terlalu dini untuk bilang aku gagal dan terlalu "deg-degan" juga untuk bilang aku masih punya harapan. Nyokap mulai gelisah dan takut aku gagal. Aku, meskipun nggak terlalu menginginkan pekerjaan itu ikutan nggak enak dan berdoa semoga Tuhan kasih pekerjaan itu sama aku. Yah, kalaupun nantinya aku nggak cocok kerja disana, at least aku sudah mencoba dan bikin nyokap bahagia.



Daddy and me. Foto ini diambil sama Gina, sepupuku.



Di tengah kegelisahanku, justru bokap yang sangat optimis dengan masa depanku. Baginya pekerjaan itu apa saja, asal halal. Karena itulah kenapa dulu anak-anak diajari untuk punya cita-cita. Ya untuk dicapai, bukan untuk diubah ketika dewasa...
Jujur aku terharu dengan dukungan bokap. Selama ini aku selalu tahu kalau bokap sayang aku, tapi jarang sekali dia tunjukin dengan cara-cara verbal.
Aku masih inget dengan jelas percapakan kami waktu dia anterin aku interview,


Bokap (B): "Kalau ini nggak berhasil, jangan sedih. Bilang saja sama Ibu apa adanya. Mungkin nanti kamu diizinkan kerja di koran XX (nyebutin nama)."

Aku (A): "Iya, tapi Ibu kan maunya nulis hobi saja..."

B: "(Diam agak lama)... Kapan-kapan ambilah uang tabunganmu beberapa ratus ribu. Traktir Ibumu, Nenek juga Kakek."

A: "Untuk apa, Pak?"

B: "Bilang ini hasil menulis. Supaya mereka tahu, kalau menulis itu pekerjaan. Bukan sekedar hobi..."

***

Sampai detik ini aku masih deg-degan soal interviewku. Masih takut juga bikin nyokap kecewa. Tapi at least aku tahu kalau ada yang mendukung cita-citaku dan percaya sama aku apapun profesi yang aku ambil suatu hari nanti.



Bapak, Ibu... Aku kebingungan.
Aku menghargai impian kalian.
Sangat menghargai...
Jadi tolong doakan saja aku berhasil dengan jalan yang aku pilih.
Bukan dengan jalan yang sama sekali tidak aku kenal.
Jika kalian (terutama dirimu, Ibu) tetap menginginkan aku mengambil jalan lain,
aku akan menurut.
Tapi tolong tuntunlah aku agar tidak tersesat.
Dan berikanlah aku waktu untuk belajar...

Bapak, Ibu. Aku sayang kalian...




(Diedit pada 29/02/2024. Kayanya waktu nulis ini aku lagi mellow banget dan "gak kompak" sama Ibu, hahaha. Glad itu sudah berlalu, beliau hanya khawatir dan sebenarnya selalu mendukung cita-citaku. Look at me now, semua  yang aku raih sekarang berkat dukungan Ibu :) ).